Ifan Seventeen Ungkap PFN Tidak Dibiayai Negara dan Andalkan Sewa Lahan

Ifan Seventeen Ungkap PFN Tidak Dibiayai Negara dan Andalkan Sewa Lahan
PFN Tidak Dibiayai Negara, Andalkan Sewa Lahan
Riefian Fajarsyah, yang lebih dikenal sebagai Ifan Seventeen, kini menjabat sebagai Direktur Utama PT Produksi Film Negara (PFN). Dalam wawancara terbaru, Ifan mengungkapkan bahwa PFN tidak menerima dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan harus mengandalkan pendapatan sendiri untuk operasionalnya. Salah satu sumber pendapatan utama PFN adalah dari penyewaan lahan yang dimiliki perusahaan. Viralinesia
Pendapatan PFN dari Sewa Lahan
Ifan menjelaskan bahwa PFN menyewakan lahan kosong untuk berbagai keperluan, termasuk parkir dan acara lomba kicau burung. Bahkan, lahan di kawasan Tendean yang dimiliki PFN disewakan oleh oknum yang menerima hingga Rp1 miliar per bulan, sementara PFN sendiri kesulitan membayar gaji karyawan. Situasi ini menunjukkan tantangan besar yang dihadapi PFN dalam mengelola asetnya.
Rencana Ifan Seventeen untuk PFN
Menyadari tantangan yang ada, Ifan berencana untuk membenahi PFN dengan mengoptimalkan aset yang dimiliki dan meningkatkan transparansi dalam pengelolaan. Ia juga berencana untuk memproduksi film animasi sebagai langkah awal dalam menghidupkan kembali produksi film di PFN. Namun, langkah ini memerlukan dana yang tidak sedikit, sehingga penyelesaian masalah lahan menjadi prioritas utama.
Kontroversi Penunjukan Ifan Seventeen sebagai Dirut PFN
Penunjukan Ifan Seventeen sebagai Direktur Utama PFN menuai kontroversi di kalangan industri perfilman. Banyak yang meragukan kapasitasnya karena latar belakangnya sebagai musisi. Namun, Ifan berkomitmen untuk membuktikan kemampuannya dalam memimpin PFN dan membawa perubahan positif bagi perusahaan.
PFN dan Masa Depan Industri Film Indonesia
PFN memiliki sejarah panjang dalam industri perfilman Indonesia. Dengan tantangan yang dihadapi saat ini, termasuk keterbatasan dana dan pengelolaan aset, masa depan PFN bergantung pada kemampuan manajemen untuk melakukan transformasi. Dukungan dari pemerintah dan masyarakat juga menjadi faktor penting dalam kebangkitan PFN sebagai produsen film nasional.
Kesimpulan
Ungkapan Ifan Seventeen mengenai kondisi PFN yang tidak dibiayai negara dan mengandalkan pendapatan dari sewa lahan membuka mata publik tentang tantangan yang dihadapi perusahaan. Dengan rencana pembenahan dan produksi film animasi, diharapkan PFN dapat kembali berkontribusi dalam industri perfilman Indonesia. Namun, perjalanan ini memerlukan kerja keras, transparansi, dan dukungan dari berbagai pihak.