Kontroversi UD Sentoso Seal: Potong Gaji Salat Jumat dan Tahan Ijazah

Kontroversi UD Sentoso Seal

Perusahaan Potong Gaji Karena Salat Jumat

Kontroversi UD Sentoso Seal – Perusahaan potong gaji karena Salat Jumat menjadi sorotan tajam setelah sebuah laporan dari para mantan karyawan UD Sentoso Seal di Surabaya viral di media. Tuduhan terhadap perusahaan ini mencakup pemotongan gaji karyawan Muslim yang melaksanakan ibadah Salat Jumat, serta tindakan menahan ijazah karyawan yang telah mengundurkan diri. viralinesia

Isu ini bukan hanya menyinggung aspek hak ketenagakerjaan, tetapi juga menyangkut hak kebebasan beragama yang dijamin oleh konstitusi. Tindakan seperti ini memicu respons keras dari publik, aktivis ketenagakerjaan, hingga pejabat pemerintah.

Awal Mula Terungkapnya Kasus UD Sentoso Seal

Kasus ini pertama kali mencuat ketika salah satu mantan karyawan, Peter, mengungkapkan pengalamannya bekerja di UD Sentoso Seal. Ia mengaku bahwa saat masih aktif sebagai karyawan, dirinya dan rekan-rekannya mengalami potongan gaji sebesar Rp10.000 apabila meninggalkan pekerjaan untuk menunaikan Salat Jumat. Jumlah tersebut sangat signifikan jika dibandingkan dengan gaji harian mereka yang hanya sekitar Rp80.000.

Tak hanya itu, jika karyawan tidak masuk kerja satu hari, gaji mereka dipotong hingga Rp150.000—jumlah yang hampir dua kali lipat dari gaji harian. Hal ini dinilai tidak proporsional dan merugikan hak dasar pekerja.

Penahanan Ijazah: Praktik Ilegal yang Masih Terjadi

Tak berhenti di sana, para mantan karyawan juga mengaku bahwa ijazah mereka ditahan oleh perusahaan. Sebanyak 31 orang menyatakan bahwa mereka kesulitan mencari pekerjaan karena ijazah asli yang menjadi syarat administrasi ditahan oleh manajemen UD Sentoso Seal.

Baca Juga
Gabung Whatsapp Saluran

Salah satu korban, Nila, mengatakan bahwa ia telah mengundurkan diri namun belum menerima ijazahnya kembali. Bahkan beberapa di antara mereka diminta membayar sejumlah uang sebagai “uang tebusan” ijazah. Jumlah yang diminta bervariasi, dari Rp500.000 hingga Rp2 juta per orang. Padahal, gaji yang mereka terima selama bekerja pun jauh di bawah Upah Minimum Kota (UMK) Surabaya.

Tanggapan Publik dan Pemerintah: Reaksi Keras Mengalir

Respons keras datang dari berbagai pihak. Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, menyebut bahwa praktik pemotongan gaji karena Salat Jumat adalah tindakan yang “biadab”. Menurutnya, hak beribadah adalah hak dasar manusia yang tidak bisa dibatasi oleh kebijakan internal perusahaan.

DPRD Kota Surabaya juga memanggil pihak perusahaan dalam rapat dengar pendapat (RDP). Dalam forum tersebut, pemilik perusahaan, Jan Hwa Diana, membantah seluruh tuduhan. Ia menyatakan bahwa tidak pernah menahan ijazah dan tidak ada perintah resmi mengenai pemotongan gaji Salat Jumat.

Namun pernyataan tersebut dianggap kontradiktif dengan kesaksian 31 mantan karyawan yang hadir dalam forum itu. Bahkan, sebagian dari mereka membawa bukti bahwa mereka pernah diminta menandatangani surat pernyataan jika ingin ijazah mereka dikembalikan.

Aspek Hukum: Apa Kata Undang-Undang?

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perusahaan dilarang menahan dokumen pribadi milik pekerja, termasuk ijazah. Selain itu, hak beribadah juga dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29, yang menyatakan bahwa setiap warga negara bebas memeluk agama dan beribadah sesuai keyakinannya.

Jika benar ada praktik potong gaji karena Salat Jumat, maka perusahaan bisa dikenai sanksi administrasi bahkan pidana sesuai hukum ketenagakerjaan dan HAM. Kasus ini pun tengah dalam investigasi oleh Dinas Ketenagakerjaan dan Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.

Kondisi Karyawan: Bekerja di Bawah Tekanan

Salah satu aspek yang menjadi perhatian publik adalah kondisi kerja para karyawan. Mereka mengaku harus bekerja lebih dari 8 jam tanpa upah lembur yang layak. Beberapa bahkan menyatakan bahwa mereka diancam tidak mendapat surat pengalaman kerja jika mengundurkan diri secara sepihak tanpa menyelesaikan “kontrak tak tertulis”.

Kondisi ini menandakan adanya praktik ketenagakerjaan yang jauh dari prinsip-prinsip layak dan adil. Terlebih, banyak karyawan yang berasal dari kalangan menengah ke bawah dan sangat bergantung pada pekerjaan tersebut.

Pengaruh Terhadap Reputasi dan Iklim Usaha

Kasus ini tak hanya berdampak pada karyawan, tetapi juga terhadap citra perusahaan itu sendiri. Nama UD Sentoso Seal kini viral di media sosial dan banyak menerima kritik tajam dari netizen. Bahkan beberapa pelanggan dan mitra kerja dikabarkan mempertimbangkan ulang hubungan bisnis mereka dengan perusahaan tersebut.

Di sisi lain, kasus ini menjadi pengingat bagi dunia usaha tentang pentingnya menerapkan prinsip kerja yang manusiawi dan menghormati hak-hak pekerja. Perusahaan yang bersih dari pelanggaran etika akan lebih mudah berkembang dan mendapatkan kepercayaan publik.

Langkah Selanjutnya: Menanti Proses Hukum

Saat ini proses hukum masih berlangsung. Para mantan karyawan berharap ada keadilan atas perlakuan yang mereka terima. Banyak yang berharap agar pemerintah tidak hanya memberikan teguran administratif, tetapi juga memberikan sanksi yang tegas agar kasus serupa tidak terulang di masa depan.

Di tengah gelombang reformasi ketenagakerjaan, kasus ini dapat menjadi momentum bagi pemerintah untuk menegakkan aturan secara konsisten, serta memberikan perlindungan yang nyata bagi para pekerja di seluruh Indonesia.

Kontroversi UD Sentoso Seal

Tag Artikel: UD Sentoso Seal, pemotongan gaji salat jumat, tahan ijazah karyawan, hukum ketenagakerjaan, hak pekerja Indonesia, kasus viral Surabaya

Please follow and like us:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *